RADEN
AJENG KARTINI
Lahir 21 April 1879 di Jepara, Jawa Tengah, Hindia Belanda, meninggal
17 September 1904 (umur 25) di Rembang, Jawa Tengah, Hindia Belanda
Nama
Panggilan Raden Ayu Kartini dikenal karena Emansipasi wanita. Beragama Islam
putri dari Pasangan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat dan Raden Adjeng Kartini
(lahir di Jepara, Jawa Tengah, 21 April 1879 – meninggal di Rembang, Jawa
Tengah, 17 September 1904 pada umur 25 tahun) atau sebenarnya lebih tepat
disebut Raden Ajeng Kartini adalah seorang tokoh Jawa dan Pahlawan Nasional
Indonesia. Kartini dikenal sebagai pelopor kebangkitan perempuan pribumi.
PATTIMURA
Kapitan Pattimura (lahir di Hualoy, Hualoy, Seram Selatan,
Maluku, 8 Juni 1783 – meninggal di Ambon, Maluku, 16 Desember 1817 pada umur 34
tahun), memiliki nama asli Thomas Matulessy atau Thomas Matulessia.
Pattimura,
lahir di Saparua.Ia adalah putra Frans Matulesi dengan Fransina Silahoi. Adapun
dalam buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit, M
Sapija menulis, "Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan
berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy
adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah
putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam
sebuah teluk di Seram Selatan".
CUT NYAK DHIEN
Cut
Nyak Dhien (ejaan lama: Tjoet Nja' Dhien, Lampadang, Kerajaan Aceh, 1848 –
Sumedang, Jawa Barat, 6 November 1908; dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia dari Aceh yang berjuang melawan
Belanda pada masa Perang Aceh.
PANGERAN
DIPONEGORO
Pangeran Diponegoro (lahir di Yogyakarta, 11 November 1785 –
meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 8 Januari 1855 pada umur 69 tahun)
adalah salah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia. Makamnya berada di
Makassar.
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
Diponegoro adalah putra sulung Hamengkubuwana III, seorang raja Mataram di Yogyakarta. Lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta dari seorang garwa ampeyan (selir) bernama R.A. Mangkarawati, yaitu seorang garwa ampeyan (istri non permaisuri) yang berasal dari Pacitan. Pangeran Diponegoro bernama kecil Raden Mas Ontowiryo.
PANGERAN
ANTASARI
Pangeran Antasari (lahir di Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten
Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, 1797[2] atau 1809[3] – meninggal di Bayan
Begok, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, 11 Oktober 1862 pada
umur 53 tahun) adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia.
Ia
meninggal karena penyakit paru-paru dan cacar di pedalaman sungai Barito,
Kalimantan Tengah. Kerangkanya dipindahkan ke Banjarmasin dan dimakamkan
kembali di Taman Makam Perang Banjar Banjarmasin Utara, Banjarmasin. Perjuangan
beliau dilanjutkan oleh puteranya Sultan Muhammad Seman dan mangkubumi
Panembahan Muda (Pangeran Muhammad Said) serta cucunya Pangeran Perbatasari
(Sultan Muda) dan Ratu Zaleha.
SULTAN
HASANUDDIN
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12
Januari 1631 – meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur
39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan
nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah
memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri
Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena
keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya
Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar.
Ia
diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No.
087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.[1]
TUANKU
IMAM BONJOL
Tuanku Imam Bonjol (lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatera
Barat, Indonesia 1772 - wafat dalam pengasingan dan dimakamkan di Lotak,
Pineleng, Minahasa, 6 November 1864), adalah salah seorang ulama, pemimpin dan
pejuang yang berperang melawan Belanda dalam peperangan yang dikenal dengan
nama Perang Padri di tahun 1803-1838.[1] Tuanku Imam Bonjol diangkat sebagai
Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan SK Presiden RI Nomor 087/TK/Tahun 1973,
tanggal 6 November 1973.
SISINGAMANGARAJA
XII
Raja Sisingamangaraja XII (Bangkara, Tapanuli, 1849 –
Simsim, Tano Batak, 17 Juni 1907); bergelar Ompu Pulo Batu adalah seorang
penguasa di daerah Tapanuli, Sumatra Utara pada akhir abad ke-19. Dia wafat
pada 17 Juni 1907 saat membela diri dari serangan pasukan Belanda. Makamnya
berada di Soposurung, Balige setelah dipindahkan dari Tarutung. Nama
Sisingamangaraja berasal dari Bahasa Sansekerta yang berarti singa dan
mangaraja (maharaja).
TEUKU
UMAR
Teuku Umar dan pengikutnya (gambar oleh G. Kepper, 1900)
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang memimpin perang gerilya di Aceh semasa Pendudukan Belanda. Ia gugur saat pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak di Meulaboh. Jenazahnya dimakamkan di daerah Mugo.
Teuku Umar (Meulaboh, 1854 - Meulaboh, 11 Februari 1899) adalah pahlawan kemerdekaan Indonesia yang memimpin perang gerilya di Aceh semasa Pendudukan Belanda. Ia gugur saat pasukan Belanda melancarkan serangan mendadak di Meulaboh. Jenazahnya dimakamkan di daerah Mugo.
MARTHA
CHRISTINA TIAHAHU
Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4
Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17
tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar
tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur
17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri
Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817
melawan Belanda.
Martha
Christina tercatat sebagai seorang pejuang kemerdekaan yang unik yaitu seorang
puteri remaja yang langsung terjun dalam medan pertempuran melawan tentara
kolonial Belanda dalam perang Pattimura tahun 1817. Di kalangan para pejuang
dan masyarakat sampai di kalangan musuh, ia dikenal sebagai gadis pemberani dan
konsekwen terhadap cita-cita perjuangannya.
NYI
AGENG SERANG
Nyi Ageng Serang bernama asli Raden Ajeng Kustiyah
Wulaningsih Retno Edi (Serang, Purwodadi, Jawa Tengah, 1752 - Yogyakarta, 1828)
adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ia adalah anak Pangeran Natapraja
yang menguasai wilayah terpencil dari kerajaan Mataram tepatnya di Serang yang
sekarang wilayah perbatasan Grobogan-Sragen. Setelah ayahnya wafat Nyi Ageng
Serang menggantikan kedudukan ayahnya. Nyi Ageng Serang adalah salah satu
keturunan Sunan Kalijaga, ia juga mempunyai keturunan seorang Pahlawan nasional
yaitu Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara.
UNTUNG
SUROPATI
Untung Suropati (lahir: Bali, 1660 – wafat: Bangil, Jawa
Timur, 5 Desember 1706) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang
berjuang di Pulau Jawa. Ia telah ditetapkan sebagai pahlawan nasional Indonesia
berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975 tanggal 3 November 1975.
DEWI
SARTIKA
Dewi
Sartika (lahir di Bandung, 4 Desember 1884 – meninggal di Tasikmalaya, 11
September 1947 pada umur 62 tahun) adalah tokoh perintis pendidikan untuk kaum
perempuan, diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia tahun
1966.
KI
HADJAR DEWANTARA
Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat,
sejak 1922 menjadi Ki Hadjar Dewantara, EYD: Ki Hajar Dewantara, beberapa
menuliskan bunyi bahasa Jawanya dengan Ki Hajar Dewantoro; lahir di Yogyakarta,
2 Mei 1889 – meninggal di Yogyakarta, 26 April 1959 pada umur 69 tahun[1];
selanjutnya disingkat sebagai "Soewardi" atau "KHD") adalah
aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia, kolumnis, politisi, dan pelopor
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia dari zaman penjajahan Belanda. Ia adalah
pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan
kesempatan bagi para pribumi jelata untuk bisa memperoleh hak pendidikan
seperti halnya para priyayi maupun orang-orang Belanda.
SOEKARNO
Ir.
Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno) (lahir di Surabaya, Jawa Timur, 6 Juni 1901 –
meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden
Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.[1] Ia memainkan peranan
penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[2]
Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan
konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya
Pancasila.[2] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan
Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.
MOHAMMAD
HATTA
Dr.(H.C.) Drs. H. Mohammad Hatta (populer sebagai Bung
Hatta, lahir di Fort de Kock, Sumatera Barat, 12 Agustus 1902 – meninggal di
Jakarta, 14 Maret 1980 pada umur 77 tahun) adalah pejuang, negarawan, dan juga
Wakil Presiden Indonesia yang pertama. Ia mundur dari jabatan wakil presiden
pada tahun 1956, karena berselisih dengan Presiden Soekarno. Hatta dikenal
sebagai Bapak Koperasi Indonesia. Bandar udara internasional Jakarta
menggunakan namanya sebagai penghormatan terhadap jasanya sebagai salah seorang
proklamator kemerdekaan Indonesia.